Sunday, October 27, 2013

Solzhenitsyn

Alexandr Solzhenitsyn, 1974 (Wikipedia)

Sewaktu jalan-jalan di Rotterdam, bulan Maret 1980, saya menemukan sebuah buku yang isinya merupakan catatan bergambar (pictorial record) Solzhenitsyn, seorang penulis Rusia pemenang hadiah Nobel bidang Literatur tahun 1970. 

Solzhenitsyn, atau nama lengkapnya Alexandr Isayevich Solzhenitsyn, lahir di Kislovodsk (sekarang namanya Stravopol) di Rusia pada 11 Desember 1918 dan meninggal 3 Agustus 2008. Semasa hidupnya dia dikenal sebagai pengkritik kebijakan totalitarianisme komunis yang tidak kenal lelah. Melalui buku-bukunya, antara lain The Gulag Archipelago dan One Day in the Life of Ivan Denisovich, dia memperkenalkan kepada dunia sistem gulag dan kamp kerja paksa. Gulag adalah agen pemerintah Rusia (pada waktu itu masih bernama Uni Sovyet) pada era Stalin, yang menerapkan sistem kamp kerja paksa di seluruh negeri. Karena kritik-kritiknya pada pemerintahan Stalin waktu itu, melalui korespondensi dengan temannya, dia ditangkap dan dimasukkan dalam kamp kerja paksa selam delapan tahun.

Buku bersampul merah yang saya temukan di Rotterdam 33 tahun yang lalu itu baru-baru ini saya baca kembali. Buku ini merupakan catatan pribadi tentang kehidupannya semasa kecil dan pengalamannya saat ditangkap dan masuk kamp kerja paksa, serta tentang buku-bukunya. Ayahnya meninggal setengah tahun sebelum dia lahir, dan dia dibesarkan oleh ibunya dalam keadaan yang sangat sederhana. Sejak kecil dia memang bercita-cita untuk menjadi penulis. Sewaktu berumur tigapuluhan, tidak ada satupun tulisan-tulisannya yang diterima oleh penerbit manapun.

Yang menarik, sewktu dia ditangkap oleh atasannya (waktu itu dia diangkat sebagai komandan artileri, berpangkat kapten, setelah melalui kursus singkat artileri bulan November 1942), dia malah diberi selamat, sesuatu hal yang menurut dia sangat janggal, karena ucapan selamat kepada "musuhnya". "I wish you happiness, Captain!" kata atasannya. Pada saat di dalam kamp itulah dia mulai menulis dan membuat puisi, semuanya berisi kritikan pada pemerintahan komunis yang menurut dia sangat totaliter.

Dia dibebaskan dari kamp pada tahun 1956 dan menjadi pengajar di sekolah menengah pada siang hari, dan menyelesaikan tulisan-tulisannya, secara diam-diam, di malam hari. Pada waktu penerimaan hadiah Nobel, dia mengatakan "selama bertahun-tahun sampai tahun 1961, tidak saja saya yakin bahwa saya tidak akan melihat satu barispun dari tulisan saya akan dicetak, tapi juga, saya jarang berani membolehkan teman-teman dekat saya membaca tulisan-tulisan saya karena saya takut akan ketahuan". 

Meskipun dia sudah bebas, tidak mudah baginya untuk menerbitkan tulisan-tulisannya, karena Union Writers tidak menyetujuinya. Pada tahun 1964, setelah Krushchev tidak lagi memimpin, suasana represif kembali terasa, penerbitan karya-karya Solzhenitsyn berhenti, dan sebagai penulis, dia dianggap non-person, warganegara yang kehilangan status sosial. KGB menyita semua tulisan-tulisannya, dan ini membuatnya sangat menderita dan ketakutan. Baru pada tahun 1969, setelah Union Writers membebaskan semua tulisan-tulisannya untuk dipublikasikan, dia bisa merasa lega. Tahun 1970 dia mendapat hadiah Nobel, tapi dia tidak bisa menerimanya sendiri karena dia takut tidak bisa kembali ke Uni Sovyet. Baru pada tahun 1974 dia menerima langsung hadiahnya pada upacara di Stockholm, setelah dia dikeluarkan dari Uni Sovyet. Sozhenitsyn tidak pernah luput dari ancaman, tahun 1971 KBG pernah mencoba membunuhnya dengan racun, tapi tidak berhasil.  

Setelah membaca buku tentang kehidupan Solzhenitsyn yang saya beli 33 tahun yang lalu, saya jadi tertarik untuk membaca hasil karyanya. Saya menemukan Gulag Archipelago di tautan berikut: http://www.thechristianidentityforum.net/downloads/Gulag1.pdfsilakan bagi yang juga tertarik untuk membacanya, cuma bukunya cukup tebal, sekitar 600an halaman.

Can you speak bahasa, sir?

Can you speak bahasa, sir?

Mula-saya agak bingung mendengar pertanyaan seorang kawan pada rekan mitra kerjanya dari luar negeri dalam salah satu pertemuan. Setelah beberapa saat saya baru mengerti, yang dimaksudkan kawan saya itu, apakah mitra kerjanya bisa berbahasa dalam bahasa Indonesia.

Saya sering mendengar orang-orang menyebutkan bahasa Indonesia dengan “bahasa” saja, terutama dalam percakapan dengan orang asing dengan menggunakan bahasa Inggeris, padahal itu dalam bahasa Inggeris artinya language. Jadi kalau ada orang bule yang bicara pada saya “sorry, I cannot speak bahasa”, saya biasanya balas tanya “which bahasa, Turks, Arabic or German? Sorry, I cannot speak those bahasa too”.

Menyingkat bahasa Indonesia dengan “bahasa” saja menurut saya salah kaprah dan campur aduk. Menurut saya, Bahasa Indonesia seharusnya diterjemahkan dalam bahasa Inggeris menjadi Indonesian, sama seperti English untuk bahasa Inggeris, atau Malay untuk Bahasa Melayu/Malaysia, atau German untuk bahasa Jerman. Kebiasaan menggunakan kata “bahasa” untuk bahasa Indonesia, saya kira dimulai dengan orang kita yang berkomunikasi dengan orang asing dalam bahasa Inggeris, dan ini ditiru oleh mereka. Sewaktu bertemu dengan teman lama orang Itali, yang sudah lama tidak jumpa, dia bilang: “sorry I forgot the name of your language, if not mistaken it is called bahasa”, right? Saya langsung jawab: “No, our language is not bahasa, our language is Indonesian”.

Penggunaan istilah “bahasa” untuk bahasa Indonesia bahkan saya temukan dalam dokumen resmi. Dalam salah satu seminar internasional, dimana saya menjadi salah seorang pembicara, lembar isian untuk mengisi biodata antara lain berisi data tentang kemampuan berbahasa. Dalam lembar isian tersebut antara lain tertulis: “Ability to speak, read and write bahasa”. Menurut saya pertanyaan itu belum lengkap karena tidak disebutkan bahasa apa. 


Mulai sekarang, marilah kita menggunakan bahasa Inggeris dengan baik dan benar, sebagaimana kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sesuai konteks dan tidak campur aduk. Apabila kita bertemu dan berkenalan dengan orang dari luar Indonesia, tanyakanlah kepada mereka:  “can you speak Indonesian, sir/madam?” Bagi mereka yang belum tahu bahasa Indonesia, katakanlah kepada mereka dengan bangga: “our language is Indonesian, you should learn Indonesian, and you will find a warm welcome from Indonesian people wherever you go in Indonesia”.

Purwakarta, Minggu pagi, 27 Oktober 2013.

Saturday, October 12, 2013

Jiwa Pejuang

Jangan bayangkan jiwa pejuang itu hanya dimiliki oleh orang-orang tua atau kakek kita yang memanggul bedil memperjuangkan bebasnya bangsa kita dari belenggu penjajah pada jaman kemerdekaan dulu. Jiwa pejuang mestinya juga kita miliki sekarang ini, meskipun kita sudah jauh meninggalkan jaman itu. 

Jiwa pejuang adalah jiwa tanpa pamrih, jiwa ingin berbuat sesuatu untuk negeri ini tanpa terlalu memikirkan apa yang akan didapatkan dari negeri ini. Saya jadi teringat kata-kata mendiang Presiden F. Kennedy: "don't ask what your country can do for you, but ask what you can do for your country". Kata-kata ini selalu diulang-ulang oleh ayah saya untuk mengingatkan agar saya selalu hidup jujur dan lurus.  

Bagaimana keadaannya sekarang? Rasanya jauh panggang dari api. Para pejabat sekarang berlomba-lomba mengumpulkan dan menumpuk kekayaan untuk dirinya sendiri dan keluarganya, serta keturunannya, entah untuk sampai keturunan keberapa. Tapi, apakah yang sudah mereka perbuat untuk negeri ini? Para pengelenggara negara kelihatannya bekerja super sibuk, para wakil rakyat bersidang sampai larut malam, bahkan sambil adu urat leher. Mereka juga bolak-balik berangkat haji dan umrah, dan membagi-bagikan zakat. 

Tapi pada saat yang sama kita mendengar berita tertangkap tangannya orang-orang penting di negeri ini. Orang-orang yang memegang jabatan kunci, bahkan pengawal keadilan. Mereka menumpuk kekayaan yang banyaknya bahkan tidak mampu kita bayangkan. Ada yang punya sembilan mobil mewah yang harga per unitnya bisa belasan milyar rupiah. Bahkan ada bungkusan uang dolar dan rupiah berjumlah milyaran yang ditemukan dalam ember di kamar mandi!

Saya jadi bertanya-tanya, apa yang tersisa dalam lubuk hati orang-orang tersebut. Jangankan jiwa pejuang, hatipun jangan-jangan sudah tidak mereka miliki.


Sunday, July 21, 2013

Memasuki episode kedua

Memasuki episode kedua, tarawih di masjid dekat rumah saya tambah maju. Maksud saya shaf-nya yang maju, tinggal empat baris lebih sedikit. Alhamdulillah, saya masih bisa ikut sholat tarawih bersama. Sholat tarawih yang khusu' karena jamaah tidak terlalu banyak, sehingga dudukpun terasa tumaninah, tidak berdesakan.

Bada' sholat tarawih, ustadz mengingatkan para jamaah bahwa kita sekarang memasuki puasa episode kedua. Setelah episode pertama yang penuh rahmat, maka episode kedua adalah periode ampunan, dan yang ketiga atau yang terakhir nanti adalah episode pembebasan dari panasnya api neraka. Semoga kita bisa melampaui episode-episode kedua dan ketiga ini dengan lancar, dan menutupnya dengan menjadikan kita semua fitri, kembali kepada kesucian. Amin, insya Allah.

Ustadz menerangkan puasa sebagai upaya pengendalian hawa nafsu. Tidak ada ibadah yang bisa mengalahkan hawa nafsu kecuali ibadah puasa. Ketika Allah SWT meminta hawa nafsu untuk menghadap-Nya, dia menolak, kemudian Allah memasukkannya kedalam api neraka yang panas selama seratus tahun. Setelah keluar dari api neraka, hawa nafsu tetap tidak mau menghadap Dia. Allah memasukkannya kedalam neraka yang teramat dingin selama seratus tahun, tapi hawa nafsu tetap tidak mau tunduk pada-Nya. Allah kemudian memasukkannya kedalam neraka kelaparan selama satu tahun. Baru setelah itu hawa nafsu takluk dan memenuhi kehendak-Nya untuk menghadap Allah SWT. 

Ketika peperangan Badar yang hebat usai, Nabi Muhammad SAW mengingatkan para sahabat akan adanya peperangan yang lebih besar lagi, yaitu peperangan melawan hawa nafsu. Hawa nafsu tidak untuk dibatasi atau dihilangkan, karena tanpa hawa nafsu manusia tidak akan kreatif, tapi hawa nafsu perlu dikendalikan. Manusia yang berpuasa tapi tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya, hanya lapar dan haus saja yang didapatkannya. Semoga, kita tidak termasuk golongan yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu kita. 

Inilah cuplikan tausiah ustadz yang saya bawa pulang malam ini dari masjid dekat rumah. Semoga ada manfaatnya. 


Thursday, July 11, 2013

Keutamaan orang berpuasa

Tarawih ketiga terasa nikmat, mungkin karena hujan turun rintik-rintik sehingga udara Jakarta yang biasa panas menjadi sejuk dan segar. Terlebih lagi suasana masjid yang agak longgar, padahal tarawih pertama penuh sesak. Mungkin karena hujan turun sejak sore, sehingga banyak jamaah yang tidak datang ke masjid. 

Waktu sholat tarawih, imam memimpin sholat dengan bacaan yang merdu dan dengan lafaz yang jelas dan terang. Meskipun surat yang dibaca panjang-panjang, sholat tarawih terasa benar-benar santai dan tidak terburu-buru. Sholat tarawih akhirnya memang jadi lama, yang biasanya selesai sebelum jam 8, kali ini jam 8 lewat baru rampung.

Mungkin sebagai kompensasi panjangnya sholat tarawih, tausiah yang diberikan ustadz tidak terlalu lama, pendek tapi padat. Dengan menyitir Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, ulama besar Timur Tengah, yang biasa dipanggil Abuya, ustadz menguraikan keutamaan puasa. 

Sebenarnya ada sepuluh keutamaan puasa sebagaimana ditorehkan Abuya, tapi karena keterbatasan waktu, ustadz menyampaikan tiga dari sepuluh keutamaan puasa tersebut. Diantaranya adalah, disaat puasa Allah memberikan keistimewaan dengan menjadikan setiap aktifitas orang yang berpuasa sebagai ibadah dan ketaatan kepada-Nya, diamnya orang yang berpuasa adalah tasbih, bahkan tidurpun merupakan ibadah. Dan do'anya akan dikabulkan, serta pahalanya akan dilipatgandakan. 

Yang berikutnya, Allah memberikan keistimewaan kepada orang yang berpuasa dengan menjadikan bau mulutnya lebih harum dari minyak kesturi. Tentu saja tidak berarti kita tidak usah menggosok gigi selama bulan puasa, kata ustadz sambil tersenyum. Yang ketiga, Allah memberikan keistimewaan kepada umat yang berpuasa dengan menyediakan satu pintu khusus di surga yang dinamai Al Rayyan.  Itulah pintu khusus yang disediakan bagi umat yang berpuasa. Tentu puasa yang benar, tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga.

Itulah tausiah singkat yang diberikan ustadz setelah sholat tarawah malam ini. Singkat tapi terasa padat, apalagi disampaikan dengan cara yang santai diselingi dengan gurauan yang mengundang tawa para jamaah.

Semoga kita diberi kesempatan panjang umur dan kesehatan untuk bisa menikmati sholat tarawih di malam-malam berikutnya, insya Allah....

Wednesday, July 10, 2013

Tarawih Pertama

Sholat tarawih pertama di bulan suci Ramadhan selalu meninggalkan kesan tersendiri. Sholat tarawih mengingatkan saya pada sholat-sholat tarawih pada tahun-tahun sebelumnya, dan pada waktu semasa muda dulu. Di kota tempat tinggal saya dulu, saya dan teman-teman selalu sholat tarawih di Masjid Agung, dan pada malam-malam pertama masjid selalu penuh sampai ke halaman. Tapi pada minggu ketiga dan menjelang malam-malam terakhir, makin sedikit makmum yang sholat tarawih di masjid.  Saya kira ini terjadi bukan di tempat saya saja, tapi dimana-mana. Di masa kecil dulu, sholat tarawih selalu membuat saya senang, karena bisa bertemu teman-teman dan biasanya setelah sholat tidak langsung pulang kerumah, tapi keliling dan berkunjung ke rumah teman-teman yang lain. Kenangan masa kecil yang tidak akan terlupakan. 

Tadi malam saya mengikuti sholat tarawih di masjid kompleks di dekat rumah saya. Meskipun tampaknya sama dengan tahun-tahun yang lalu, tetapi tetap saja ada perbedaan, antara lain dengan tidak hadirnya beberapa tetangga yang dulu selalu rajin mengikuti sholat tarawih, karena mereka sudah dipanggil oleh Sang Khalik. Saya bersyukur masih bisa mengikuti sholat tarawih tahun ini, syukur-syukur bisa sampat selesai. Entah kalau tahun depan...

Dalam tausiah setelah sholat tarawih tadi malam, ustadz mengingatkan pentingnya sholat dan puasa. Sholat mengingatkan kita kepada Sang Maha Pencipta, dan puasa mengingatkan kita kepada kaum dhuafa. Dalam bacaan sholat sesudah sujud terakhir, kita membaca tasyahud:

Segala kehormatan, keberkahan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah

Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya tetap tercurahkan atasmu, wahai Nabi

Semoga keselamatan tetap terlimpahkan atas kami dan atas hamba-hamba-Nya yang sholeh

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah

Wahai Allah, limpahkanlah rahmat kepada penghulu kami, Nabi Muhammad, dan kepada keluarga penghulu kami Nabi Muhammad

Sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada penghulu kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarganya

Dan limpahkanlah berkah kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan kepada keluarganya

Sebagaimana telah Engkau limpahkan berkah kepada penghulu kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarganya.

Sungguh, di alam semesta ini, Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia, wahai Zat yang Menggerakkan Hati, tetapkanlah hatiku pada agama-MU. 

Semoga keselamatan dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu (menengok kekanan kemudian kekiri).

Sungguh indah bacaan sholat.

Selamat berpuasa....
  

Saturday, April 20, 2013

Kartini dan Emansipasi Wanita

Oleh: Ris Sukarma


Dalam khotbah sholat Jum'at yang lalu (19 April 2013) di masjid dekat rumah, khatib mengangkat tema Kartini sebagai pejuang emansipasi wanita. Tema yang tidak umum diangkat dalam khotbah sholat Jum'at dimana makmum yang hadir semuanya laki-laki. Dengan gaya penuturan yang tidak membuat bosan, khatib memulainya dengan menceritakan kehidupan Kartini - meninggal dalam usia sangat muda, 25 tahun - dimana perjuangannya melawan dominasi pria di sekitar keraton tempatnya tinggal ternyata berdampak sangat luas, bahkan hari lahirnya diperingati sampai sekarang. 

Protes Kartini atas praktek-praktek yang merendahkan kaum perempuan dituangkannya dalam surat-surat kepada temannya di Negeri Belanda. Kartini melihat disekitarnya kaum laki-laki seenaknya menikahi perempuan sampai berbelas belas bahkan berpuluh puluh. Ada belasan isteri resmi yang dinikahi dengan membayar mahar, tapi juga puluhan selir yang dinikahi tanpa membayar mahar. Dari pendalamannya terhadap Al Qur'an, Kartini menemukan banyak bukti betapa Allah SWT meninggikan derajat kaum perempuan. 

Khatib selanjutnya mengatakan bahwa surga itu terletak di telapak kaki ibu. Artinya bahwa sebagai anak kita harus menghormati dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ibu, karena seorang ibu memiliki tiga tugas yang tidak dimiliki bapak. Pertama mengandung selama sembilan bulan, kedua melahirkan dan ketiga menyusui sampai anak berusia dua tahun. Ketiga tugas tersebut amatlah beratnya, bahkan saat melahirkan bisa mengantar ibu ke kematian, terutama dulu saat ilmu kedokteran belum semaju sekarang.

Saat ini sudah banyak kaum perempuan yang bisa menikmati kemajuan dalam kesetaraan derajat dengan kaum pria, dan ini tidak bisa dilepaskan dari peran Kartini dalam memperjuangkan kaumnya. Sekarang, setiap tanggal 21 April masyarakat memperingati hari Kartini, tapi sayang caranya tidak sesuai dengan semangat perjuangan Kartini yang sesungguhnya. Ada yang mengadakan lomba memakai kain kebaya, atau lomba masak nasi goreng bagi kaum pria dengan memakai baju dan asesoris perempuan.

Emansipasi wanita bukanlah seperti gerakan Woman's Lib di barat. Emansipasi kaum wanita juga bukan berarti melakukan tugas-tugas yang memang pantas dilakukan seorang pria seperti memanjat genteng, atau melakukan  sesuatu yang tidak semestinya dan kurang pantas, misalnya ikut-ikutan menggunakan celana pendek seperti laki-laki.  Emansipasi kaum wanita hendaknya diperjuangkan dengan tetap mempertimbangkan wanita sesuai kodratnya, dengan tetap memelihara ketinggian derajatnya. 

Selamat hari Kartini.

   



.  

Friday, March 29, 2013

Terbang dengan Concorde


Concorde (Wikipedia)

Naik pesawat terbang memang pengalaman mengasyikan, apalagi naik Concorde!

Saya pertama kali naik pesawat terbang sewaktu tugas ke Flores tahun 1970an. Pesawatnya adalah DC 9 Garuda dengan logo yang lama dan badan pesawat di cat putih bergaris merah. Waktu itu pesawat singgah di Denpasar dan menginap semalam sebelum besoknya terbang ke Ende dengan pesawat yang lebih kecil. Waduh senangnya, apalagi ini adalah untuk pertama kalinya saya mengunjungi Pulau Dewata. DC 9 waktu itu sangat populer, sehingga salah seorang pilot DC 9 Garuda menamai anaknya Daisi Ninawati, mengikuti ejaan DC 9 dalam bahasa Inggeris.

Naik pesawat antar benua dialami sewaktu sekolah ke Belanda dulu. Berangkatnya masih dari Halim Perdanakusuma karena Bandara Soekarno Hatta belum dibangun. Halim adalah bandara internasional sedangkan Kemayoran adalah bandara untuk penerbangan domestik. Naik pesawat dalam perjalanan antar benua saya rasakan amat membosankan, pesawat seakan tidak bergerak, cuma suara mesin pesawat yang terdengar mendengung. Pesawat sempat singgah di Abu Dhabi dan Roma untuk mengisi bahan bakar. Lumayan bisa meluruskan badan, meskipun cuma bisa jalan-jalan di bandara yang lengang karena pas malam menjelang pagi.

Yang saya rasakan paling enak adalah sewaktu dalam perjalanan pulang dari Paris ke Singapur dengan Air France, karena kelasnya di upgrade ke bisnis, sehingga bisa merasakan pelayanan istimewa dengan reclining seat sehingga bisa tidur nyenyak, merasakan nikmatnya jadi orang kaya, meskipun cuma sebentar. 

Naik pesawat Ilyushin saya alami sewaktu melakukan perjalanan ke Moskow. Pesawat buatan Rusia ini mirip DC 9, tapi badannya lebih panjang. Mesin pesawat terasa halus, tapi pelayanannya buruk, buah apel dibagikan kepada para penumpang dengan cara dilempar begitu saja oleh pramugara yang mahal senyum. 

Saya juga pernah naik pesawat dimana hanya saya penumpang satu-satunya. Waktu itu saya terbang dari Balikpapan ke Samarinda, ternyata hanya pilot, operator bandara, dan saya sendiri, serta setumpuk barang pos. Saya senang sewaktu diundang duduk di cockpit di sebelah pilot, sayang penerbangan ini hanya makan waktu 40 menit. Rute ini memang kurang peminat karena ada jalan lewat darat dan feri, meskipun lebih lama, waktu itu belum ada jalan darat yang langsung menuju Samarinda.

Pengalaman buruk saya alami beberapa kali, pertama sewaktu terbang dari Makassar ke Manado, waktu hampir mendarat di Manado, pesawat dihadang hujan lebat disertai petir sehingga pesawat gagal mendarat setelah beberapa kali mencoba landing. Akirnya pesawat kembali ke Makassar.  Pengalaman berikutnya sewaktu singgah Timika di  Papua (waktu itu namanya masih Irian Jaya) dalam perjalanan ke Jayapura. Pesawat DC8 Merpati gagal terbang lagi setelah beberapa kali mencoba. Akhirnya seluruh penumpang diminta turun untuk menginap di hotel terdekat. 

Esok harinya pesawat mencoba lagi terbang, tapi gagal lagi sehingga kami dikembalikan ke hotel yang sama. Malangnya, kamar hotel sudah terisi  penuh, sehingga sepuluh orang harus tidur dalam satu kamar. Akhirnya pada hari ketiga kami bisa menanjutkan perjalanan tapi dengan pesawat lain. Mungkin manfaat yang saya dapatkan dari kejadian itu adalah bahwa selama tiga hari menunggu itu, saya dan penumpang lain, yang kebanyakan perwira TNI yang akan ditugaskan ke Papua, sempat masuk pedalaman Timika dan menikmati indahnya alam Papua.

Pengalaman naik Hercules saya alami sewaktu berangkat ke Maumere dalam rangka misi kemanusiaan pada saat Flores dilanda bencana gempa bumi. Waktu itu pesawat diisi peralatan untuk penanggulangan bencana, sehingga kita semua berdesakan bersama alat berat, pompa air dan generator. Rupanya pesawat tidak dilengkapi alat penyejuk ruangan, sehingga kami sangat kepanasan sewaktu tinggal landas, tapi menggigil kedinginan setelah diatas. 

Mesipun sudah sering melakukan perjalanan dengan pesawat udara, saya tetap merasa terkesan setiap saat pesawat lepas landas. Bayangkan, dengan beban beberapa ton dan ratusan manusia didalamnya, pesawat berbadan lebar seperti Airbus dan Boeing bisa mengangkasa dengan mudahnya. Meskipun logika termodinamika dengan jelas menerangkan kenapa sebuah benda bisa terbang, bagiku penemuan pesawat terbang tetap merupakan kemajuan teknologi yang besar bagi umat manusia. 

Kemajuan dalam teknologi dirgantara memang mengagumkan, padahal baru tahun 1903 Wright bersaudara mencoba melakukan uji terbang pesawat buatan mereka, meskipun cuma bisa mengudara kurang dari satu menit. Jarak yang ditempuh pesawat yang ditumpangi Wright bahkan tidak lebih panjang dari panjang badan pesawat jumbo seperti Airbus dari ujung ke ujung!

Sekarang teknologi dirgantara sudah menghasilkan pesawat-pesawat penumpang yang bisa terbang dengan kecepatan melebihi kecepatan suara seperti Concorde, atau pesawat super jumbo double decker (berlantai dua) seperti Airbus A380. Airbus A380 adalah pesawat penumpang terbesar saat ini. Dengan 525 penumpang kelas ekonomi, Airbus A380 hanya bisa mendarat dan menurunkan/menaikkan  penumpang melalui terminal yang sudah didesain khusus. Sampai saat ini sudah lebih dari 70 perusahaan penerbangan yang membeli dan menggunakan pesawat berbadan besar ini, termasuk Singapore Airlines dan Emirates. Entah kapan saya punya kesempatan menikmati terbang dengan Airbus A380.  

Pengalaman naik Concorde akan merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan. Concorde dirancang untuk bisa terbang dengan kecepatan Mach 2, atau duakali kecepatan suara, sehingga jarak London-New York cuma ditempuh dalam tiga jam. Sewaktu pesawat sudah berada pada ketinggian maksimum, langit tidak lagi berwarna biru, tapi hitam, dan lengkung bumi akan terlihat samar-samar di kejauhan. Itu kata paman saya yang pernah naik Concorde. Sayang Concorde sudah dihentikan operasinya setelah jatuhnya pesawat Concorde di bandara dekat Paris, 25 Juli 2000, dalam penerbangan dari Paris ke New York. Concorde juga dianggap tidak environmentally friendly, serta pemakaian bahan bakar sangat boros. Jadi, terbang dengan Concorde rupanya tinggal impian belaka. 

(Dari berbagai sumber, antara lain dari Wikipedia, the free encyclopedia)

Telur Paskah dan Legenda yang Menyertainya


(Catatan: cerita yang tercecer dari Adelaide sewaktu saya mampir kesana tahun lalu) 

Dalam beberapa hari ini umat Kristiani akan merayakan Paskah, yang dalam bahasa Inggeris disebut Easter, dan telur Paskah atau Easter egg termasuk akrab dalam tradisi merayakan Paskah. Saya jadi teringat tahun lalu sewaktu mau kembali dari Adelaide, ceritanya mau membeli coklat untuk oleh-oleh keluarga dan teman-teman di tanah air. Ternyata coklat yang dijual semuanya berbentuk telur, ternyata waktu itu hari-hari menjelang Paskah. 

Mungkin tidak semua orang tahu bahwa Easter atau Paskah bukanlah berasal dari tradisi agama Kristen. Seorang teman saya orang Australia memberitahu saya bahwa perayaan Paskah berasal dari festival kaum pagan (menganut agama/kepercayaan selain monoteistik – percaya pada keesaan Tuhan) di belahan bumi bagian utara pada abad ke 13, dalam rangka merayakan permulaan musim semi.  

Kata Easter sendiri berasal dari “Eostre”, seorang dewi musim panas dan kesuburan dalam kepercayaan Anglo-Saxon. Eostre disimbolkan sebagai kelinci, yang melambangkan kesuburan. Menurut legenda, dewi Eostre menghibur anak-anak dengan mengubah burung kesayangannya menjadi  marmut  yang menghasilkan telur berwarna-warni. 

Pada waktu perayaan musim semi, adalah biasa bagi para pagan untuk membagi-bagikan telur sebagai simbol penciptaan, kehidupan baru dan kebangkitan alam setelah musim dingin yang panjang. Di abad ke 15, pada waktu agama Kristen berkembang dan menjadi dominan, maka telur Paskah menjadi simbol religi, melambangkan kebangkitan Isa Almasih. 

Menghiasi dan mewarnai telur untuk Paskah menjadi kebiasaan yang dilakukan di Inggeris pada Abad Pertengahan, dan kemudian, pada abad ke 17 dan ke 18, mainan berbentuk telur dibuat untuk diberikan sebagai hadiah Paskah kepada anak-anak. Akhirnya, pada abad ke 19, telur pertama yang dibuat dari coklat dibuat di daratan Eropah. Pada saat yang sama, kelinci Paskah dijadikan simbol di Jerman dan adalah kaum imigran Jerman inilah yang memperkenalkan gagasan kelinci bertelur ke AS dimana kebiasaan memberikan hadiah telur berwarna warni pada saat Paskah kepada anak-anak dimulai.

Tiga minggu sebelum Paskah saya berada di Adelaide, Australia, dan sewaktu mengunjungi sebuah toko coklat untuk membeli untuk oleh-oleh, saya menemukan semua coklat yang dijual dibuat dalam bentuk telur, dengan bermacam warna dan ukuran. Sebelum saya terheran-heran, penjual sudah mendahuluinya: “we are celebrating Easter in three weeks time”. Sekarang saya tahu sebabnya.

Thursday, March 7, 2013

Giant Sea Wall, impian yang (akan) terwujud?



Oleh: Ris Sukarma


Rencana Tanggul Laut Raksasa (Jakarta Coastal Defense Strategy, 2011)
Kompas hari ini (7/3) mewartakan kebulatan niat pemerintah untuk segera mulai membangun Giant Sea Wall, itu tembok raksasa penahan air laut di lepas pantai Jakarta. 


Setelah ‘Deep Tunnel” mendapat dukungan penuh Gubernur Jokowi (lihat juga tulisan saya tentang deep tunnel di sini), sekarang tanggul laut raksasa ini juga tampaknya menjadi prioritas utama Pemerintah DKI yang didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat. 

Niat pemerintah ini disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa selepas rapat koordinasi pada hari sebelumnya, yang juga dihadiri Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan, Gubernur DKI dan Gubernur Jawa Barat. 


Tanggul raksasa ini, seperti juga Deep Tunnel, bukan barang baru. Tahun lalu, sebelum masa jabatannya berakhir, Bang Foke sudah menyatakan niatnya untuk membangun tanggul ini. “Tanggul laut raksasa akan dibuat di teluk Jakarta”, kata Foke sebagaimana disampaikannya pada Kompas.com Agustus tahun lalu. Tapi rupanya program tersebut belum mendapat dukungan pemerintah pusat, karena besarnya skala proyek. Rencana pemerintah untuk membangun tanggul ini pada tahun 2025 ditentang para ahli, yang berpendapat tahun 2025 sudah terlalu terlambat, karena 10% daratan Jakarta sudah akan tenggelam. Armi Susandi, ahli klimatologi dari ITB mengatakan, sebagaimana dikutip the Jakarta Globe (31 Januari 2011), bahwa sesuai hasil risetnya tanggul itu harus dibangun paling lambat tahun 2015. 


Deep tunnel dan giant see wall, keduanya adalah bangunan air maha besar, baik dalam skala maupun biayanya. Giant sea wall diberitakan akan menelan biaya 230 trilyun rupiah, jauh lebih besar dari deep tunnel yang “hanya” 16,4 trilyun rupiah. Barangkali dalam sejarah pembangunan infrastruktur air di Indonesia belum ada yang menandingi besarnya proyek raksasa ini, yang diharapkan selesai dalam 15 tahun! 


Berbeda dengan deep tunnel yang akan mengandalkan dana publik, giant sea wall diharapkan dibangun melalui kerjasama dengan fihak swasta melalui kemitraan pemerintah dan swasta (KPS). Swasta diikutsertakan karena tanggul laut ini “menarik secara bisnis dan komersial sehingga banyak yang mau terlibat” kata Jokowi. Dengan selesainya tanggul ini maka bukan saja Jakarta akan terbebas dari banjir dan rob (air pasang), tapi akan ada tambahan lahan seluas 4.000 hektar dari hasil reklamasi laut. Selain itu, diatas tanggul nantinya akan dibangun jalan tol.


Sepanjang yang penulis ketahui, gagasan membangun tanggul raksasa ini sudah cukup lama, tapi studi yang lebih serius baru dimulai pada tahun 2011 melalui bantuan hibah Pemerintah Kerajaan Belanda. Hasil studi, yang baru selesai September 2011 yang lalu, mengajukan arah strategis pertahanan pantai Jakarta atau Jakarta coastal defense strategic direction, berdasarkan tiga skenario pembangunan tanggul secara bertahap, yang diselaraskan dengan pembangunan sarana dasar lainnya seperti jaringan jalan, air minum dan sanitasi. 


Kita terkesan dengan konsep yang sedang dikembangkan. Kita juga mensyukuri langkah pemerintah yang akan segera membangun tanggul raksasa itu. Kita setuju gagasan-gagasan besar jangan hanya tersimpan rapi dalam rak buku, tapi dilaksanakan sesuai kemampuan yang ada. Disisi lain, kita tetap perlu berhati-hati. Proyek-proyek besar selalu menghadapi masalah dan tantangan yang besar pula. Masalah pemeliharaan misalnya, selalu terabaikan. Penulis pernah meninjau pompa dan waduk Pluit yang menjadi benteng terakhir kota Jakarta dari gempuran air laut dan luapan banjir dari daratan. Penulis prihatin betapa pompa dan waduk Pluit sangat miskin pemeliharaan. Beberapa tanggulnya sudah pecah dan roboh, sepertiga dari waduknya dipenuhi tanaman eceng gondok dan gubuk-gubuk liar.


Jangan pula tersandung pada kasus korupsi, yang tidak hanya membuat proyek terbengkalai, tapi juga menyita banyak waktu bangsa ini untuk membenahinya. Aspek-aspek non teknis jangan pula dilupakan. Slamet Daryoni dari Indonesian Green Institute, sebagaimana dikutip the Jakarta Globe (31 Januari 2011), mengingatkan dampak dari pembangunan tanggul raksasa ini terhadap kehidupan masyarakat pantai dan nelayan, yang kadang terabaikan dan terlupakan.